2009/07/21

Kuliah Mahal Siapa Mau?


Banyak Jalur Banyak Biaya

21 Juli 2009


“Maunya Si Tole masuk kedokteran. Tapi saya berpikir ulang memasukkannya, sumbangannya begitu besar, apa mampu kami?” ujar seorang ibu. “Nggak apa-apa Jeng. Sumbangan besar, kalau sudah jadi dokter, sekali periksa pasien berapa?”


Dialog itu meluncur di sebuah pertemuan arisan ibu-ibu. Masalah pendidikan kini membuat para orangtua pusing. Jika dulu anak berotak cemerlang, mau memilih jurusan apapun di perguruan tinggi negeri (PTN) manapun tidak soal. Asal bias lolos tes masuk, biaya ringan.


Sejak munculnya BHP (Badan Hukum Pendidikan), PTN seperti leluasa menghimpun dana, termasuk dari penerimaan mahasiswa baru di luar jalur resmi. Selain ada SNMPTN, yaitu tes masuk PTN resmi dari pemerintah, PTN juga menyelenggarakan tes masuk sendiri yang namanya bermacammacam. Misalnya, Universitas Airlangga (Unair) memakai nama tes PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), Universitas Brawijaya (UB) Malang SPMK (Seleksi Program Minat dan Kemampuan), dan Universitas Jember (Unej) dengan PMDK dan UM-Unej (Ujian Masuk Unej).


Tes masuk jalur ini sudah digelar jauh sebelum SNMPTN dilaksanakan, bahkan ada yang dibuka sebelum pengumuman Unas SMA/SMK. Tes dilaksanakan melalui beberapa gelombang. Gelombang terakhir dilaksanakan menjelang pengumuman SNMPTN. Peserta jalur non-SNMPTN ini harus menyumbang yang jumlahnya bervariasi. Di Unair misalnya, sumbangan yang disebut SP3 (Sumbangan Pembinaan dan Peningkatan Mutu Pendidikan) berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 150 juta. SP3 untuk pendidikan kedokteran umum di Unair merupakan ‘rekor’ sumbangan minimal tertinggi untuk PTN di Jatim.


Sementara di Universitas Brawijaya (UB) Malang, kedokteran umum juga menempati ranking teratas dengan Sumbangan Pengembangan Institusi Pendidikan (SPIP) minimal Rp 125 juta. Pendidikan yang sama di Universitas Negeri Jember (Unej) lebih murah lagi, hanya Rp 75 juta.


ITS Surabaya sebagai satusatunya lembaga tinggi bidang engineering, juga menerapkan sistem sumbangan pada pemerimaan mahasiswa barunya, meskipun biayanya tidak terlalu tinggi seperti Unair. ‘Hanya’ berkisar Rp 30 – 45 juta saja. Setiap calon mahasiswa ketika mendaftar harus mengisi besarnya biaya sumbangan yang akan dibayar, dengan jumlah minimal yang sudah ditentukan. Saat mereka dinyatakan lolos tes, mereka harus membayar lunas sumbangan tersebut beserta biaya-biaya lainnya.


Mengapa biaya menuntut ilmu di lembaga pendidikan milik pemerintah begitu mahal? Ketua Pusat Penerimaan Mahasiswa Baru Unair, Soebianto Soegeng mengatakan, SP3 ditetapkan berdasarkan kebutuhan masing-masing fakultas. “Semua sudah melalui persetujuan senat dan pimpinan universitas,” ujar Soebianto.


Meskipun demikian, besarnya SP3 yang sanggup dibayarkan calon mahasiswa tidak mempengaruhi peluang diterimanya calon mahasiswa. Berpengaruh atau tidak sumbangan terhadap peluang lolos tes, para calon mahasiswa yang ingin mengadu nasib di jalur ini, peminatnya cukup banyak.


Dikutip dari harian SURYA - Selasa, 21 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar