2009/06/19

Kejahatan Berbanding Lurus Pengangguran


PENGANGGURAN Kota Surabaya naik 100%.Apakah maraknya perampokan terkait dengan jumlah pengangguran? Kriminolog asal Malang Reinekso Kartono mengungkapkan, kejahatan adalah anak dari sebuah kemiskinan dan kemiskinan adalah saudara dari pengangguran.



Dari perkataan tersebut, dia menjabarkan bahwa jumlah kejahatan akan berbanding lurus dengan jumlah kemiskinan.“Semakin banyak masyarakat miskin di suatu tempat, maka kejahatan yang terjadi juga tinggi,” tandasnya. Kejahatan lebih sering terjadi akibat desakan ekonomi, khususnya pada kejahatan jalanan. Masyarakat yang sudah terdesak secara ekonomi akan nekat melakukan berbagai tindakan guna memenuhi kebutuhan mereka.Mereka lebih cenderung melakukan kejahatan terlebih lagi jika pilihan lain semakin kecil.



“Jika masalah ekonomi bisa diatasi, maka masalah kejahatan juga bakal teratasi,” tandasnya Selain itu, kata Reinekso,maraknya kejahatan yang belakangan terjadi juga bisa disebabkan faktor guncangan politik.Dengan adanya pemilu yang jelas menguras tenaga dan perhatian polisi karena lebih banyak terkonsentrasi pada pengamanan sehingga membuka peluang pada para pelaku kejahatan untuk bertindak.

“Dengan adanya peluang berupa longgarnya pengaman jelas akan diikuti dengan peningkatan kejahatan.Para pelaku kejahatan akan selalu dan memanfaatkan celah untuk bertindak,”tegasnya. Sementara itu,Kabag Bina Mitra Polwiltabes Surabaya AKBP Sri Setya Rahayu mengungkapkan, krisis finansial global yang juga berdampak pada kondisi ekonomi serta peningkatan pengangguran memang punya pengaruh terhadap peningkatan kejahatan. Dengan kondisi terpepet sering kali timbul niat jahat.

“Namun yang perlu diingat bahwa tidak semua kejahatan semata akibat kondisi ekonomi. Namun juga ada faktor lain, itu kembali pada kondisi masyarakatnya,” tandas polwan yang akrab di panggilYayuk ini. Dia menandaskan, peningkatan kejahatan belakangan ini lebih banyak akibat terbukanya peluang karena keamanan lebih dikonsentrasikan pada pemilu.Dengan kondisi seperti itu memicu para pelaku untuk beraksi.“Ambil contoh adalah curanmor,ketika anggota rutin melakukan patroli,maka akan berkurang. Tapi sebaliknya, jika pengamanan berkurang akan marak,” tandasnya.


Dalam menyikapi masalah ini, langkah yang bisa diambil adalah dengan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat.Dengan demikian, masyarakat dengan sendirinya akan mampu menjaga situasi lingkungannya. “Jika masih banyak terjadi kejahatan, berarti pendekatan polisi terhadap masyarakat di wilayah itu masih belum maksimal,” katanya.


Pengangguran Tinggi karena Kesalahan Pemkot. Tingginya jumlah pengangguran di
Surabaya dinilai kalangan buruh sebagai imbas buruknya kinerja pemerintah kota.Mereka menganggap selama ini Pemkot gagal dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Indikasi tersebut terbukti dari minimnya program pemberdayaan atas para pengangguran. Bahkan program pelatihan yang digagas setiap tahun pun tak lebih dari wacana saja. Sementara realisasinya tidak pernah ada sama sekali. “Selama ini Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) memang sering menggembar- gemborkan program pelatihan dan keterampilan bagi pengangguran.


Tetapi itu hanya di atas kertas saja, wujudnya tidak ada,” sindir Koordinator Divisi Advokasi Serikat Buruh Kerakyatan (SBK) Kota Surabaya Jamaludin kemarin. Fakta tersebut,kata Jamaludin, seperti terjadi pada korban PHK yang melapor.Hingga saat ini mereka belum pernah diberi keterampilan. Apalagi sampai mendapatkan pekerjaan kembali.Kenyataan inilah yang menurutnya cukup memilukan. Pasalnya,Pemkot Surabaya memiliki tanggung jawab penuh atas kelangsungan mereka.


Pria yang juga Koordinator Alinasi Buruh Menggugat Jatim ini menambahkan, selain industri yang kolaps, tingginya pengangguran (korban PHK) sejatinya adalah imbas dari buruknya manajemen di perusahaan, yakni dengan menerapkan sistem outsourcing bagi karyawan. Dengan demikian,mereka pun bisa dengan mudah dikeluarkan.“ Data kami,dari total pengangguran di
Surabaya ini,70% di antaranya adalah karena karyawan outsourcingyang terkena PKH.Ini sungguh mengkhawatirkan,”tuturnya.


Ironisnya, kondisi tersebut tidak pernah mendapat perhatian serius dari pemerintah
kota. Sejumlah perusahaan nonpenunjang yang tetap memakai sistem outsourcing tetap dibiarkan beroperasi dan tidak mendapat sanksi.Padahal, nyata-nyata hal itu dilarang. “Kalau perusahaan itu sekadar mengurusi catering atau cleaning servicemungkin tidak masalah.Tetapi mereka ini kan perusahaan dengan pekerjaan utama. Seharusnya tidak boleh ada outsourcing,” tegasnya.


Pihaknya berharap Disnaker untuk lebih serius lagi dalam mengatasi pengangguran itu,yakni segera memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka dan memberi sanksi tegas untuk perusahaan yang melanggar. Kepala Disnaker Kota Surabaya Achmad Syafii menampik tudingan itu. Dia mengaku program pelatihan selalu dilakukan setiap tahun,termasuk juga penempatan pengangguran ke sejumlah perusahaan. “Saat ini saja sudah ada 3.500 pengangguran yang kami salurkan ke pekerjaan baru.


Ini melampaui target kami yang hanya 20.200/tahun,”bantahnya. Khusus untuk pelatihan pengangguran, menurut Syafii,justru dibagi dalam dua jenis,yakni berbasis kompetensi dengan materi pelatihan seperti permintaan dunia usaha serta berbasis kemasyarakatan dengan model keterampilan sesuai bakat. Jadi,penanganan pun dinilai lebih maksimal.


Terkait praktik outsorcing, pria ramah ini mengakui memang ada. Meski demikian, selama ini pihaknya jarang mendapat laporan atas temuan itu.“Kami selalu respek dengan pelanggaran itu. Karena itu, jika ada temuan segera lapor kepada kami,” tuturnya. (lutfi yuhandi / ihya’ ulumuddin)

SINDO, Selasa - 24 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar